
Setelah puas merasakan sensasi sembahyang di Candi Borobudur, kami sekeluarga pun melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya. Berhubung hari masih pagi (sekitar pukul 10:00), kami memilih untuk langsung pergi ke Candi Prambanan yang terletak di Yogyakarta. Bagaimana ya rasanya sembahyang di Candi Prambanan?
Lanjutan dari: TripBoroBanan 2 : Sembahyang di Candi Borobudur
Menuju Candi Prambanan
Mobil kami bergerak menuju gerbang keluar dari Candi Borobudur. Ternyata, jalur keluar candi pun tidak kalah ramai dengan jalur masuknya. Banyak bis dan mobil pribadi keluar-masuk area wisata Candi Borobudur ini. Begitu mobil kami berhasil keluar, segera saya nyalakan aplikasi Google Maps untuk memandu kami menuju Candi Prambanan.
Oh iya, tadi sebelum masuk ke mobil, Mama sempat beli rujak buah di pedagang asongan yang berjualan di area parkir Candi Borobudur. Nah, biar tidak ngantuk, rujak itu kami cemil di mobil, sambil menikmati perjalanan~ Rujaknya berisi buah-buahan segar, dan sambalnya pedas-manis, enak deh! (penting banget ya~)
Perjalanan kami menuju Candi Prambanan bisa dibilang cukup lancar. Memang sih, kami masih merasakan sedikit macet di beberapa tempat, tapi macetnya tidak lama kok. Malah, macetnya justru yang ke arah Candi Borobudur, bukan ke arah Candi Prambanan! Dan itu terjadi di jalan-jalan yang agak sempit, cuma bisa dilalui 2 mobil saja.
Ngomong-ngomong, jalan menuju Candi Prambanan yang ditunjukkan Google Maps ternyata kebanyakan adalah jalur alternatif! Kami sempat bingung kenapa diarahkan ke perumahan sepi yang dikelilingi sawah dan kebun sayur. Tapi, justru di sini enaknya! Berkat menghindari jalan raya yang biasanya macet, kami malah disuguhkan pemandangan indah sawah dan kebun yang asri.
Percaya atau tidak, kami jarang sekali melihat mobil yang juga melintas di jalan yang kami lalui. Saking sepinya, paling cuma satu atau dua mobil saja. Sepeda motor pun jarang. Biarpun jalur alternatif, tapi jalanannya bagus dan mulus lho. Namun Bapak sengaja tidak ngebut dalam membawa mobil, biar kami bisa menikmati pemandangan sepanjang jalan lebih lama.
Sembahyang di Candi Prambanan
Pukul 13:00, mobil kami akhirnya sampai di area Candi Prambanan. Kami sempat bingung mencari letak tempat parkirnya, soalnya kurang penunjuk jalan (signage) di sana. Akhirnya kami ikuti saja mobil-mobil yang berjalan menuju Candi Prambanan, dan akhirnya ketemu deh~

Berbeda dengan Candi Borobudur, di Candi Prambanan kita beli tiketnya pas mau masuk parkiran mobil. Jadi selain beli tiket parkir, petugasnya langsung menjual tiket masuk Candi Prambanan. Lumayan sih, jadi gak perlu antri di loket pembelian tiket lagi. Harga tiketnya sama dengan harga tiket masuk Candi Borobudur, Rp 40.000,- per orang.

Mobil kami pun masuk ke tempat parkir yang berupa tanah rerumputan luas dengan pohon-pohon yang rindang. Turun dari mobil, saya dan saudara-saudara saya kembali pakai kain sembahyang. Mama kembali membawa sajen untuk sembahyang di Candi Prambanan, semoga saja kali ini tidak ditahan lagi sajennya.
Mengikuti rombongan wisatawan, kami segera berjalan mencari pintu masuk Candi Prambanan. Ternyata di sini beda banget sama di Candi Borobudur! Tidak ada yang namanya labirin kios pedagang, bahkan saya tidak melihat pedagang asongan yang berjualan di area masuk candi. Yang ada di sini hanya taman-taman indah dengan beberapa saung-saung kecil.

Setelah berjalan sekitar 15 menit, akhirnya kami sampai di depan Candi Prambanan, tepatnya di area Brahma Mandala. Area ini berupa lapangan rumput yang luas sekali yang terletak persis di depan tiga candi utama. Tidak banyak wisatawan yang berada di Brahma Mandala, lantaran sinar matahari yang terik banget karena sama sekali tidak ada pohon untuk berteduh (rumput semuaaa~).

Tanpa membuang-buang waktu, Bapak langsung mengajak kami semua duduk di tengah Brahma Mandala, menghadap ke arah Candi Trimurti. Yang dimaksud dari Candi Trimurti adalah tiga candi utama yang berdiri sangat megah di tengah-tengah area Candi Prambanan. Ketiga candi itu adalah Candi Brahma, Candi Siwa (yang paling tinggi), dan Candi Wisnu. Ketiganya mewakili tiga dewa utama yang dipuja oleh umat Hindu.
Di tengah panas terik matahari, kami memulai persembahyangan. Dupa, sajen, bunga dan tirta pun lengkap disediakan. Kali ini kami bisa sembahyang lebih khusyuk, lantaran tidak ada orang yang lalu-lalang di sekitar kami (ya iyalah, kan panas banget). Saya jadi tidak merasa malu lagi untuk sembahyang, tidak seperti pas di Candi Borobudur tadi.
Pas sedang khusyuk membaca mantram tri sandhya, Bapak yang duduk persis di sebelah saya mendadak nangis! Terdengar suara isak tangis dari beliau yang lumayan kencang, yang entahlah, mirip orang tidak sadarkan diri begitu. Saya menahan diri untuk membuka mata dan melirik Bapak, dan fokus menyelesaikan persembahyangan.
Suara tangis bapak mereda saat mantram tri sandhya selesai. Kemudian lanjut ke mantram panca sembah dengan menggunakan bunga kamboja yang kami petik di sini (sebelumnya sudah minta ijin dulu dengan “penjaga” Candi Prambanan). Selesai sembahyang, Bapak langsung memercikkan tirta pada kami semua. Dengan begitu, selesai sudah persembahyangan kami hari itu.
Lalu kami memutuskan untuk duduk-duduk santai di tepi Brahma Mandala, di bawah pohon yang rindang. Kemudian Bapak cerita kenapa beliau sampai nangis pas sembahyang tadi. Katanya, beliau terharu akhirnya bisa sembahyang di Candi Prambanan. Bapak bilang, rasanya seperti “pulang ke rumah”.
Keluarga kami percaya bahwa leluhur kami dulunya bukan penduduk Bali asli, melainkan berasal dari tanah Jawa (mungkin itu alasannya Bapak menamai saya “Rangga Lawe”). Yap, saat Kerajaan Majapahit (kerajaan Hindu terbesar di Nusantara) runtuh, leluhur kami pun terpaksa mengungsi dari Jawa ke Pulau Bali. Maka, apa yang dikatakan oleh Bapak sebagai “pulang ke rumah”, ya maksudnya ke Candi Prambanan ini.
Kenapa Bapak sampai nangis begitu kencangnya? Karena beliau seperti merasa dimarahi oleh leluhur di tanah Jawa. Ya bagaimana sih, mirip orang tua memarahi anaknya yang tidak pernah pulang ke rumah gitu lah. Mereka marah karena mereka rindu pada anak cucunya. Mereka seakan-akan kesal kenapa kami tidak pernah sembahyang di sini.
Jujur, saat mendengarkan cerita Bapak, badan saya jadi merinding. Dan, ya, saya juga sempat sedikit merasakan hal yang sama saat sembahyang tadi. Berkat penjelasan dari Bapak, kini saya tahu kalau perjalanan kami jauh-jauh dari Bekasi ke Yogyakarta tidak sia-sia. Bisa sembahyang di dua candi terbesar di Indonesia, siapa sih yang tidak menginginkannya?
Keliling Candi Prambanan

Sambil bersantai, kami menikmati buah dan kue yang tadi dipersembahkan di sajen yang kami bawa. Tiba-tiba ponsel saya bunyi, ada pesan LINE dari teman satu geng saya waktu SMP (GSL), yaitu Mira. Katanya dia juga lagi di Candi Prambanan, dan pengen ketemuan sama saya. Oke deh, semoga kita bisa bertemu diantara lautan manusia di sini~

Setelah puas bersantai, kami pun segera bangkit dan mulai perjalanan mengelilingi Candi Prambanan. Dari Brahma Mandala, kami berjalan memutar hingga ke bagian Wisnu Mandala. Dari sana, kami masuk ke pintu gerbang menuju Candi Trimurti. Ngomong-ngomong, pintu gerbangnya dibuka sangat sedikit, antrean wisatawan pun jadi memanjang.

Begitu masuk ke dalam area Candi Trimurti, saya sangat takjub dengan kemegahan candi-candi di sini. Kami mencoba untuk masuk ke Candi Siwa, candi yang paling besar. Saya harus berdesak-desakan dengan pengunjung yang juga ingin masuk ke dalam candi. Di dalam ternyata cukup luas, dan langit-langitnya lumayan tinggi. Di tengahnya terdapat arca yang tidak jelas terlihat karena gelap.

Karena tidak suka berdesak-desakan, saya segera keluar dari Candi Siwa, yang kemudian diikuti oleh saudara-saudara saya. Hanya Mama dan Bapak yang masih di sana. Katanya sih, Bapak sempat sembahyang sebentar di dalam candi, hingga membuat wisatawan yang ingin masuk ke dalam sana jadi tidak enak karena merasa akan mengganggu persembahyangan Bapak.

Saya bersama saudara-saudara saya (berempat), jalan-jalan melihat candi-candi yang lain, sambil menunggu Mama dan Bapak. Mulai dari Candi Brahma, Candi Wisnu, dan beberapa candi di sekitarnya. Dalam hati, saya juga ingin masuk ke sana. Tapi, saya gak tahan kalau harus berdesak-desakan seperti itu. Entahlah, saya tidak merasa terkena agoraphobia sih, tapi saya tidak suka aja berada di antara orang yang berdesakkan.

Tidak lama, Mama dan Bapak menghampiri kami. Katanya mereka berdua puas banget bisa masuk ke candi-candi di sini. Dan tidak lama, tiba-tiba Mira datang mendekati saya! Wuaaah, akhirnya bisa ketemu sama sahabat lama~ Kami sempat ngobrol sebentar, sebelum akhirnya berpisah karena Mira sudah ditunggu teman-temannya.

Hari sudah mulai sore, dan kami bersiap untuk meninggalkan Candi Prambanan. Adik saya yang bungsu (Arya), sudah minta untuk pulang ke Bekasi. Bapak pun setuju, karena bagi beliau tujuannya ke sini sudah tercapai. Ya sudah, kami sekeluarga juga agak capek sih, dan saya kangen dengan kasur di rumah~
Kami berjalan menuju parkiran mobil. Eh, ternyata jalanannya lucu juga, ada banyak payung yang menggantung di atas pohon. Tapi sebelum masuk ke mobil, kami mampir ke toilet yang ada di luar area candi. Setelah itu, baru deh kami masuk ke dalam mobil, dan keluar dari area Candi Prambanan.

Sebelum pulang ke Bekasi, kami memutuskan untuk menginap semalam di Yogyakarta. Lagipula, yang namanya jalan-jalan tidak harus dilakukan dengan terburu-buru kan? Selain itu, kami perlu mengistirahatkan badan kami, sebelum menempuh perjalanan panjang menuju ke rumah. Hahaha, halo arus balik lebaraaan~

Bersambung ke tulisan berikutnya…
Salam,
Agung Rangga
Comments (17)
kegagalausays:
3 November 2017 at 07:41Tapi jujur gua ke prambanan pakai transportasi umum kayak Transjogja. Lumayan hemat lo ka haha
Agung Ranggasays:
3 November 2017 at 10:08Oh ya? Makasih ya infonya. 😀
Matius Teguh Nugrohosays:
3 November 2017 at 16:58Aduh, itu Candi Prambanan panaaasss bangeeettt kalo siang hari. Nggak sekalian ambil paket ke Candi Boko, mas? Kalo sunset kece banget lho.
Oke, jadi trip BoroBanan dalam sehari itu masih sangat possible ya.
Agung Ranggasays:
3 November 2017 at 17:03Waktu itu tujuannya cuma Borobudur dan Prambanan saja sih. Mungkin di lain waktu mampir ke Candi Boko juga deh. 😀
Yap, saya saja juga heran, ternyata cukup sehari saja untuk puas menikmati kedua candi ini. 😂
Deddy Huangsays:
3 November 2017 at 20:02aku kemarin ke candi boko.. dan menyesal kenapa ke sana :(( aku melewatkan satu tempat yang lebih penting 🙁
Agung Ranggasays:
3 November 2017 at 20:05Lho, kok menyesal koh?
Memang tempat yang lebih penting di mana? Siapa tahu nanti saya bisa ke sana juga. 😄
Deddy Huangsays:
3 November 2017 at 22:44ke situ warungboto tempat preweddingnya anak jokowi.
Agung Ranggasays:
4 November 2017 at 06:59Owalah~
Sip deh, terima kasih infonya koh! 😄
Matius Teguh Nugrohosays:
3 November 2017 at 20:21Apa itu koh?
Deddy Huangsays:
3 November 2017 at 22:44ke situ warungboto tempat preweddingnya anak jokowi.
Matius Teguh Nugrohosays:
4 November 2017 at 10:12Itu artinya kamu harus ke Jogja lagi, koh. Jangan lagi ada penyesalan 🙂
Deddy Huangsays:
3 November 2017 at 20:00kamu jago ya kalau selfie.. pas gitu 😀
aku kemarin ke jogja gak mampir ke prambanan, tapi ke candi-candi kecilnya.
Agung Ranggasays:
3 November 2017 at 20:04Ahahaha, padahal saya asal aja ngambil selfie, yang penting muka saya dan objek di belakangnya kelihatan aja~ 😂
Fanny Fristhika Nilasays:
5 November 2017 at 22:14Candi prambanan slalu aku lewatin kalo dr solo ke jogja, tp sekalipun blm prnh mampir.. Sebenernya yg pgn aku liat sendratari di candi prambanan itu mas. Yg suka diadain tiap malam.. :D. Bgs deh kalo dgr ceritanya…
Agung Ranggasays:
5 November 2017 at 22:22Oh iya, saya juga penasaran sama sendratarinya. 😄
rynarisays:
6 November 2017 at 15:22Suksma Gung, bisa mengikuti jejak persembahyangan keluarga di Borobanan. Selama ini kalau ke Prambanan fokus wisata. Agung dan adik2 bersyukur dibimbing Ayah Bunda bersembahyang di Prambanan ya. Salam hangat
Agung Ranggasays:
6 November 2017 at 15:23Suksma Bun, sudah mau membaca tulisan saya ini. 🙏🏻