
Curhat – #WriterChallenge | Ini Untukmu. Hmph Kuro, remaja 18 tahun itu menghempaskan dirinya di bangku taman kota. Ya, siang itu jam makan siang, dan kuliah hari itu baru saja selesai. Ia mengambil bungkusan dari dalam tasnya, berisi bekalnya hari itu. Hanya 2 bungkus roti isi* beserta saus tomatnya.
Aaargh, sial, lupa beli air minum lagi! Ya, ya, dia sedang senewen. Karena mood-nya hari ini sedang buruk, lantaran ia terlambat masuk kuliah dan si dosen tak mengizinkannya untuk masuk ke kelas. Ia tahu, seharusnya semalam ia tidak begadang menonton pertandingan sepak bola di televisi.
Dengan muka manyun, di buka satu bungkus roti isi itu. Rasanya hambar, err, apa mungkin karena pengaruh dari mood-jelek-nya? Ketika ia sedang mencoba untuk membuat roti isi itu berasa enak dimakan, tiba-tiba seorang nenek tua, berbaju lusuh dan kotor datang menghampirinya.
Dek Tangan si nenek menengadah ke arah Kuro. Ya, ya, Kuro tahu kok maksud dari si nenek datang menghampirinya. Dengan malas Kuro langsung meraba-raba kantong celananya, mencoba menemukan beberapa receh di saku celananya. Yang ada hanya 2 lembar uang pecahan 5000 rupiah.
Sejenak ia berpikir, uang 5000 rupiah rasanya terlalu besar kalau diberi begitu saja ke nenek ini, apakah dia (Kuro) harus meminta uang kembalian ke nenek itu? Ya, menurutnya 1000 rupiah mungkin sudah lebih dari cukup. Ah sudahlah, Nih nek~. Dengan muka malesnya, dia menyerahkan selembar uang 5000 itu.
adek tulus memberikannya ke nenek? nenek itu menoleh ke arah Kuro. Tulus? Kuro diam. kalau begitu, terima kasih ya dek nenek itu berlalu meninggalkan Kuro yang tampak bingung.
Tu, tunggu nek!, Kuro bangkit dari duduknya, dan menghampiri nenek tadi. Maafkan saya nek, ini, untuk nenek. Ini saya tulus, Kuro memberikan sebungkus roti isi miliknya yang masih utuh ke nenek itu. Terima kasih dek, nenek tahu, kamu tulus memberikan ini, terlihat dari matamu Sekali lagi, terima kasih dek
Nenek itu pergi. Kuro baru menyadari satu hal. Tadi, saat ia memberikan selembar uang 5000 rupiah ke nenek itu, ia merasa ada yang kurang sreg di hatinya. Apakah itu yang dinamakan tidak tulus? Dan ya, ia tersadar saat nenek itu menanyakan apakah dia tulus memberikan uang itu.
Dan saat ia menghampiri si nenek itu lagi, ia memberikan sebungkus roti isinya. Itu ia lakukan karena ia merasa gak enak dengan dirinya sendiri. Tapi, entahlah, apa itu yang dinamakan tulus? Ia hanya merasa, seharusnya ia bisa memberikan sesuatu untuk orang lain, dengan tanpa pamrih.
Tulus itu, tanpa pamrih. Pantas saja, kata tulus harus dipasangkan dengan kata ikhlas. Tulus ikhlas.
—Agung Rangga
Dia pun kembali ke bangku taman. Dan menikmati sisa bungkus roti isinya, kali ini dengan menambahkan saus tomatnya. Ah, pantas saja rasanya hambar, ternyata dia lupa membubuhkan sausnya~
*roti isi = sandwich
425 kata – Ditulis untuk meramaikan #WriterChallenge tema: “Ketulusan”
Salam – Agung Rangga
Tinggalkan Balasan