Liburan Awal Tahun (Bagian 2)

Liburan Awal Tahun (Bagian 2)

Hari kedua selama liburan di Bali, saya habiskan dengan beristirahat di Kubu. Mulai dari mengelilingi rumah Nenek yang sudah bagus, ngobrol bersama keluarga, menguak rahasia kue lempog terkenal buatan Uwak saya, hingga menghabiskan waktu untuk rumpi sambil mengupas kacang tanah.

Lanjutan dari: Liburan Awal Tahun (Bagian 1)


Keliling Kubu

Keesokan harinya (24 Januari 2017), kami sekeluarga tidak kemana-mana dulu. Iya, kami memutuskan untuk istirahat seharian di Kubu a.k.a rumah nenek, setelah kemarin melakukan perjalanan jauh. Hmm, gak tahu juga sih kenapa disebut “kubu”, mungkin ada hubungannya dengan letak rumah nenek yang agak di tengah hutan bambu?

selfie pagi-pagi
selfie pagi-pagi

Saya baru bangun sekitar jam 7 WITA, di mana udara Bali masih cukup dingin. Saya memutuskan untuk duduk-duduk di teras rumah Aji Putu, sambil mainan ponsel. Tidak lama kemudian, Bibi Jero (istrinya Aji Putu) datang membawakan sarapan untuk saya dan keluarga. Seporsi “tipat lontong” (lontong yang dipotong kecil-kecil dengan toge dan sambal kacang) dan kerupuk tipis. Tipat lontong ini memang menu sarapan yang sangat umum di sini, selain pecel kangkung.

Habis sarapan saya keliling-keliling sebentar di Kubu, melihat keadaan rumah Nenek setelah saya tinggal pasca upacara Ngeroras. Paling terasa sih, sekarang rumah Nenek sudah jadi lebih rapi. Itu karena tahun lalu, Bapak dan semua saudaranya patungan untuk merenovasi rumah dan merajan (pura kecil di area rumah) Nenek. Dinding rumah sudah dicat ulang, dan atap rumah yang tidak lagi bocor. Hal-hal inilah yang membuat Nenek merasa sangat bahagia di hari tuanya.

Lanjut keliling lagi, di belakang rumah masih terdapat sebuah kandang babi. Ada dua ekor babi yang dipelihara oleh Bibi Jero, yang kalau sudah besar akan beliau jual. Selain itu, di Kubu juga banyak sekali pohon dan tanaman lainnya. Ada beberapa pohon singkong, pohon markisa, pohon pisang, dan bermacam-macam pohon bunga. Kebetulan sebuah pohon pisang di Kubu sedang panen, dan buahnya banyak dan besar sekali! Katanya sih buat dipakai untuk sajen besok.


Lempog Uwak

Jam 8-an, Mama dan Dewi pulang dari pasar, beli bahan-bahan untuk sajen. Oh, ternyata mama memberikan sesuatu pada saya, makanan lagi! Makanan ini dibungkus dengan daun pisang, yang katanya dijual oleh Uwak (kakaknya Bapak) saya di pasar. Pas dibuka, isinya berupa potongan-potongan kue kecil. Yang satu terbuat dari singkong, yang satunya lagi terbuat dari sagu. Kue ini diberi taburan parutan kelapa dan disiram saus gula merah.

lempog uwak
lempog uwak

Kue ini bernama “lempog“. Rasanya enak, gurih-gurih manis. Beberapa saat kemudian, Uwak datang dari pasar. Begitu sampai, beliau tidak istirahat, melainkan langsung memarut singkong yang sebelumnya telah dikupas. Saya pun mendekati Uwak dan mulai mengobrol soal lempog buatannya. Mulai cara memasaknya, hingga menjualnya di pasar. Saya lupa bagaimana persisnya cara membuat lempog ini, huhuhu…

Yang membuat lempog Uwak istimewa adalah, makanan ini berhasil masuk tv! Ceritanya, tahun lalu di pasar ada kru dari Bali TV (stasiun televisi lokal dari Bali) yang sedang mencari penjual lempog untuk diwawancara, serta mendemonstrasikan cara membuat lempog. Ternyata, beberapa pedagang lempog di pasar ini tidak mau menerima tawaran dari Bali TV, mungkin karena takut rahasia dapurnya ketahuan.

Hingga akhirnya, Uwak lah yang menjadi satu-satunya pedagang lempog yang menerima ajakan dari Bali TV. Besoknya, kru Bali TV pun datang ke Kubu, meliput proses pembuatan lempog Uwak. Beberapa hari kemudian, liputan tersebut ditayangkan di Bali TV. Tidak disangka, Uwak dan lempognya pun mendadak terkenal! Bukan hanya di pasar atau di daerah Karang Asem saja, melainkan seluruh Bali!

Iya, kata beliau, banyak banget orang-orang di pasar yang langsung mengenali Uwak berkat tampil di televisi. Lempog buatannya pun jadi semakin laris. Bahkan ada orang yang jauh-jauh datang dari luar kota hanya untuk membeli dan merasakan nikmatnya lempog buatan Uwak! Saya pikir, pasti pedagang-pedagang lempog lainnya merasa bersalah karena telah menolak tawaran dari Bali TV. Padahal liputan ini merupakan salah satu cara mempromosikan dagangan mereka dengan cara gratis! Iya, jadi gak usah mengeluarkan uang untuk pasang iklan di televisi. Uwak memang keren deh!


Rumpi Kupas Kacang

Setelah mengobrol dengan Uwak, saya pun ngobrol-ngobrol dengan kedua adik saya, Dewi dan Arya. Apa saja yang diobrolin? Buanyaaak~ Yang jelas, kami mengobrol sambil ketawa-tiwi, karena sudah lama banget gak kumpul bertiga lagi. Jam 10-an, saya pun baru berani mandi, karena udaranya sudah lebih hangat dibanding pagi tadi. Kemudian makan siang dengan masakan buatan Nenek, ikan pindang, sayur daun labu siam (iya, yang dimasak adalah daunnya, bukan buah labu siamnya), dan “urutan” a.k.a sosis babi ala Bali.

bebek sedang bermain
bebek sedang bermain

Habis makan, rasanya sayang kalau langsung tidur siang. Saya pun memilih ngobrol sama si Dewi di teras rumah Nenek. Tiba-tiba Bibi Jero membawa bakul besar berisi kacang tanah yang masih ada kulitnya. Beliau meminta kami berdua untuk mengupas kacang-kacang di bakul itu. Dengan senang hati, kami yang memang sedang tidak ada kerjaan mulai mengupas kacang. Biar tidak bosan, kami melanjutkan obrolan kami, tentunya sambil tertawa terbahak-bahak.

rumpi sambil mengupas kacang
rumpi sambil mengupas kacang

Tahu-tahu, Mama datang menghampiri kami, dan ikut mengupas kacang. Bibi Jero yang telah selesai dengan kegiatannya pun ikut nimbrung mengupas kacang. Akhirnya, kami berempat mengupas kacang sambil rumpi. Mama dan Bibi Jero asik ngobrol, sementara saya dan Dewi sibuk menguping pembicaraan mereka. Biarpun obrolannya dengan bahasa Bali, saya paham sedikit-sedikit. Sesekali kami tertawa bersama, bahkan hingga hujan turun, kami masih larut mengupas kacang sambil rumpi-rumpi.

Akhirnya kacang sebakul tadi telah terkupas semuanya. Fyuh, tangan dan mulut saya pun kini bisa istirahat. Sore hari, saya dan Dewi pergi ke minimarket yang ada di luar desa, beli bekal buat sembahyang besok. Iya, besok kami sekeluarga akan sembahyang ke salah satu pura terkenal di Bali, yaitu Pura Pasar Agung, Karang Asem. Ahh, sudah lama sekali saya tidak sembahyang di sana. Semoga saja perjalanan esok hari lancar~


Bersambung ke: Liburan Awal Tahun (Bagian 3)

Salam,
Agung Rangga

Diterbitkan oleh

Agung Rangga

Hai, salam kenal! Saya adalah seorang dosen di jurusan Desain Komunikasi Visual, memiliki minat dengan animasi dan komik, serta hobi menuliskan cerita kehidupannya ke dalam blog ini.

8 tanggapan untuk “Liburan Awal Tahun (Bagian 2)”

  1. ASIK BANGEEEET! Liburan tanpa harus selalu pegang gadget tapi masih bisa melawan bosan secara produktif.

  2. Klo di daerah saya, Kubu adalah nama salah satu pantai yg cukup ramai dikunjungi org2.

    Trus, di tempat saya ada juga makanan sejenis lempog itu mas. Tapi terbuat dari isi buah durian. Termasuk makanan tradisional masyarakat disini, nama persisnya disebut “lompuk”.

    Asyik juga liburannya mas Agung, pulkam, bergembira bersama org2 terkasih dan bisa ngejalanin ritual keagamaan, wah…pasti berkesan banget tuh…

  3. Saya lupa Gung, kampungmu Bali (Karangasem) sebelah mana ya? Kalau dekat Pasar Agung berarti dekat Rendang, begitu? Kayaknya suasananya sejuk begitu dan saya mendadak iri. (maklum, kampung halaman orang tua ada di Singaraja yang puanasnya kebangetan). Dasar tak bersyukur memang saya ini, haha.
    Hidup di Bali memang seru… ritme hidup berjalan beberapa kali lebih lambat. Saya juga punya masalah yang kurang lebih sama: tidak terlalu bisa berbahasa Bali! Dan saya kangen lempok! Jadi pengen main ke rumahmu dan merasakan lempog yang sudah terkenal seantero Bali, hehe…

    1. Di Kecamatan Selat, Desa Padang Aji, bli. 😀
      Iya, di sini dingiiin banget, soalnya memang di daerah gunung. 🙂

Tinggalkan Balasan