Upacara Ngeroras (Bagian 1)

Upacara ngeroras adalah sebuah upacara untuk menghormati leluhur yang sudah meninggal, dan biasa dilakukan oleh masyarakat Hindu di Bali setelah melaksanakan upacara ngaben. Pada September 2015 kemarin, saya berkesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam upacara ngeroras yang diadakan di kampung kedua orang tua saya, di Desa Padangaji, Karangasem, Bali.

Mungkin ini termasuk ke dalam beberapa “late-post”  yang saya buat di blog ini. Maaf, karena beberapa kesibukan di dunia nyata (ditambah lupa mau nulis ini), jadinya tulisan tentang upacara ngeroras ini baru dimulai sekarang. Tulisan ini akan memuat perjalanan saya selama 1 minggu di Bali, mulai dari berangkat hingga pulang lagi. Bakal banyak sekali keseruan di upacara yang besar banget ini! Dan saya harap, semoga tulisan ini dapat menambah wawasanmu terhadap budaya Hindu di Bali.


Sekilas Tentang Upacara Ngeroras

Sebelumnya, saya ceritakan sedikit tentang apa itu upacara ngeroras dulu ya. Seperti yang sudah dikatakan di awal tulisan, upacara ngeroras ini penting sekali untuk dilakukan sebagai penghormatan leluhur atau orang yang sudah meninggal. Sepengetahuan saya, di Hindu Bali ada dua tradisi “hutang” antara anak dan orang tua. Kedua hutang ini harus dibayarkan agar si orang tua dan anaknya dapat menjadi seorang Hindu yang sejati.

Baca juga: Pulang Ke Bali: Upacara Ngaben

Hutang orang tua pada anaknya dibayar dengan melaksanakan upacara potong gigi (metatah). Upacara metatah bertujuan agar si anak mampu mengendalikan dirinya dari 6 musuh yang disebut Sad Ripu (nafsu, marah, rakus, bingung, mabuk dan dengki). Upacara ini dilakukan saat usia anak sudah beranjak remaja hingga dewasa, dan harus dilakukan sebelum ia meninggal dunia. Kalau saya sendiri sih sudah melakukan potong gigi pas masih duduk di kelas 1 SMP (sekitar tahun 2006-an). Waktu itu upacara potong giginya diadakan oleh keluarga kakek saya, dan hanya dilakukan untuk sekeluarga besar saja.

Sedangkan hutang anak pada orang tuanya adalah melaksanakan upacara ngaben dan upacara ngeroras. Seperti yang kamu tahu, upacara ngaben adalah serangkaian upacara mulai dari kremasi (pembakaran jenazah) hingga menghanyutkan abunya agar sang “atma” (roh) dapat menyatu dengan “brahman” (Tuhan). Setelah melaksanakan ngaben, selanjutnya adalah melaksanakan upacara ngeroras, dimana para roh leluhur yang sudah diaben (dikremasi) dapat naik derajat menjadi setingkat dengan para dewa, sehingga dapat bersatu dengan Sang Hyang Widhi Wasa.

Upacara ngaben pertama yang saya ikuti adalah pas kakek (ayah dari bapak saya) meninggal, yang dilaksanakan pada Desember 2014 yang lalu. Kamu bisa mulai membaca kisah tentang ngaben kakek saya mulai dari sini: Pulang ke Bali: Berangkat!. Sementara upacara ngeroras telah dilaksanakan pada September 2015 kemarin, yang akan segera saya tulis mulai dari tulisan ini. Sepertinya cukup segini dulu sekilas tentang upacara ngerorasnya. Mari lanjut ke cerita utama~


Dari Bandung Ke Bekasi

Oh iya, buat yang belum tahu, saat ini saya ngekost di Bandung karena sedang menyelesaikan studi S1 saya di jurusan DKV Universitas Telkom. Rencananya, saya akan berangkat ke Bali bersama keluarga saya yang tinggal di Bekasi (Bapak, Mama dan adik bungsu saya: Arya). Hari itu (18/9), setelah selesai perkuliahan terakhir, saya bergegas balik ke kostan untuk mengambil barang bawaan yang sudah dikemas kemarin malam. Sekitar jam 13:00, saya pamit ke bapak kost dan langsung berangkat menuju Terminal Leuwipanjang, Bandung dengan naik GoJek.

Sampai di sana, langsung mencari bis Primajasa jurusan Bandung-Harapan Indah yang sudah menjadi langganan saya kalau pulang ke rumah. Bis pun berangkat pukul 13:20, dan syukurlah perjalanan sore itu lancar sehingga saya sampai di rumah pada pukul 16:36. Malamnya, kami sekeluarga mulai berkemas lagi, memasukkan barang bawaan (terutama pakaian) yang akan digunakan selama di kampung.

Kami sempat berdiskusi mengenai kendaraan yang akan digunakan untuk sampai menuju Bandara Soekarno Hatta besok. Mama menyarankan naik bus Damri tujuan bandara yang biasanya ada di Terminal Pasar Modern, Harapan Indah. Tapi, untuk sampai ke terminal itu harus naik taksi dulu (karena tidak mungkin bawa mobil pribadi). Kata Bapak, karena nanggung naik dua kali (taksi dan bis), kenapa tidak sekalian naik taksi saja sampai ke Bandara? Masukan Bapak pun diterima, dan malam itu saya memesan taksi untuk keberangkatan besok pagi.


Di Bandara Soekarno Hatta

Subuh-subuh (19/9) saya dan Arya sudah dibangunkan oleh Mama. Setelah mandi dan berpakaian rapi, kami sarapan dulu biar tidak lapar di perjalanan. Sekitar pukul 09:20, taksi yang saya pesan semalam sudah sampai di depan rumah. Ternyata, kami tidak mendapat taksi BlueBird yang biasa, melainkan taksi khusus ke bandara (katanya sih beda di tarif, benarkah?). Koper-koper segera dimasukkan ke dalam bagasi taksi, dan kami sekeluarga pun berangkat menuju Bandara Soekarno Hatta.

Perjalanan dari rumah ke bandara membutuhkan waktu 3 jam. Tapi syukurlah, biarpun hari itu sabtu, jalanan tidak terlalu macet. Tiba di bandara, kami langsung menuju tempat check-in, namun sayangnya ditolak karena belum waktunya. Iya juga sih, soalnya kami sampai pukul 11:41, sementara pesawat kami boarding pada pukul 16:20 (kecepetan 5 jam!).

Bersiap untuk terbang ke Bali
Bersiap untuk terbang ke Bali

Kami sengaja berangkat dari rumah lebih awal agar tidak terkena macet di jalanan Jakarta (apalagi pas weekend begini). Sambil menunggu, kami pun makan siang dengan bekal nasi yang sudah disiapkan oleh Mama tadi pagi. Makan nasi bungkus dengan lauk ayam goreng di bandara! Hehe, lumayan juga sih, bisa menghemat ongkos makan (tahu sendiri makanan di bandara mahal-mahal~). Habis makan, kami pun masih harus menunggu beberapa jam lagi untuk bisa check-in.


Terbang ke Bali

Sekitar pukul 14:30 kami pun check-in juga, dan dapat deh boarding pass-nya. Koper-koper diserahkan untuk masuk ke bagasi, dan kami pun masuk ke ruang tunggu. Kami harus menunggu selama 2 jam lagi, dan semuanya berharap semoga tidak ada delay. Tapi ternyata tetap terjadi keterlambatan (seperti biasa~), sehingga kami baru naik ke pesawat pukul 17:00.

Kursi dekat jendela pesawat
Kursi dekat jendela pesawat

Parahnya, pas sudah di dalam pesawat, ada seorang penumpang yang mendadak sakit! Dengar-dengar dari penumpang lain sih, katanya beliau (kakek-kakek yang sakit) kejang-kejang gitu. Sekitar 45 menit para awak kabin membantu menolong si penumpang malang tersebut, sehingga waktu delay pesawatnya nambah lagi. Ya sudah, namanya juga orang sakit, tidak apa-apa lah.

Pada akhirnya, kami pun mendarat juga di Bandara Ngurah Rai pada pukul 20:20 WITA. Kami sekeluarga sudah dijemput oleh Bli Gusde (kakak sepupu saya) dengan mobilnya. Perjalanan malam hari di Bali (tepatnya di kotanya) sungguh indah, dan masih ramai! Masuk ke wilayah hutan-hutan, jalanan pun jadi sepi. Kami langsung dibawa menuju ke kubu (rumah nenek) yang terletak di kaki Gunung Agung.


Sampai di Kubu

Kami sampai di kubu pada pukul 22:54, yang pasti sudah pada tidur semuanya. Berbeda saat ngaben kakek kemarin dimana saya tidur di rumah Aji Putu (paman saya, adik dari Bapak), kini saya sekeluarga menginap di rumah Aji Mangku (paman saya juga, adik dari Bapak). Disebut Aji Mangku karena beliau adalah pemangku adat di desa kami. Rumah Aji Mangku ini letaknya agak berjauhan dibanding rumah Aji Putu yang berada di pekarangan dalam rumah kakek. Padahal sih, rumah Aji Mangku juga di pekarangannya rumah kakek, cuma di bagian luarnya saja.

Baca juga: Pulang ke Bali: Pelayan Tamu

Kami disambut hanya oleh Aji Mangku dan Biang Mangku (istrinya). Oh iya, rumah Aji Mangku memiliki 3 kamar dengan 1 ruang tamu. Seperti rumah-rumah masyarakat Bali pada umumnya, dapur dan kamar mandi terpisah dari bangunan utama. Kami pun disuguhi makan malam sederhana dari Biang Mangku, yaitu nasi dengan lauk ikan disambelin. Ah, itu saja sudah membuat saya merasa kenyang kok.

Tiba-tiba, si Dewi (adik saya yang sekarang kuliah di Bali) datang ke rumah Aji Mangku (soalnya Dewi menginap di rumah Aji Putu). Ahahaha, dia kelihatan senang banget bisa ketemu lagi dengan keluarganya dari Bekasi~ Kami pun menghabiskan malam ini dengan mengobrol-ngobrol sejenak. Sampai akhirnya semua merasa sudah mengantuk dan bersiap untuk tidur. Besok pagi akan menjadi hari yang sangat seru. Jadi tidak sabar!


Bersambung ke: Upacara Ngeroras (Bagian 2)

Salam,
Agung Rangga

Agung Rangga

Hai, salam kenal! Saya adalah seorang dosen di jurusan Desain Komunikasi Visual, memiliki minat dengan animasi dan komik, serta hobi menuliskan cerita kehidupannya ke dalam blog ini.

Comments (24)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Press ESC to close