
Bagi saya, media sosial bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi memberikan banyak keuntungan, namun di sisi lain juga memberikan dampak buruk bagi saya. Apalagi, kalau sudah terjangkit kecanduan media sosial.
Media sosial merupakan salah satu sarana dalam menjalin pertemanan di dunia maya. Dengan media sosial, kita bisa berhubungan kembali dengan teman lama, mendekatkan diri dengan teman yang jauh, hingga menemukan teman baru.
Saya pun telah merasakan berbagai pengaruh positif dari media sosial. Namun saat ini, bagi saya media sosial itu sudah menjadi sebuah candu yang sangat memabukkan. Pokoknya, tiada saat tanpa mengecek media sosial, di mana saja dan kapan saja.
Awal Mengenal Media Sosial

Pertama kali saya mengenal media sosial itu saat masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Waktu itu, media sosial yang sedang ngetren adalah Friendster (ada yang pernah pakai juga?).
Pas pulang sekolah atau sedang libur, biasanya saya dan sahabat saya di GSL bakal mampir ke warnet langganan kami. Di sana, kami bisa menghabiskan waktu satu hingga dua jam untuk menggunakan Friendster.
Friendster merupakan media sosial yang sangat menarik bagi saya. Di situs ini, saya bisa mengkustomisasi halaman profil (menambahkan efek, mengubah warna, dll), menulis kata-kata bijak atau potongan lirik lagu di “shoutout” (sejenis status di Facebook), dan masih banyak lagi.
Baca juga: Ini Alasan Mengapa Saya Menyukai Tidur Siang
Mulai Rutin Menggunakan Media Sosial

Jika dulu ingin menggunakan Friendster harus jauh-jauh pergi ke warnet, semua berubah saat kemunculan Facebook. Saat itu, Facebook sudah memiliki situs mobile, sehingga bisa diakses di ponsel.
Kebetulan, ponsel saya sudah mendukung jaringan tercepat saat itu (3G), jadi bisa internetan tanpa kendala apapun. Setiap minggu, saya selalu menggunakan uang jajan untuk beli pulsa, yang kemudian dikonversi ke paket data internet.
Tren menggunakan Facebook pun mulai menular ke teman-teman saya. Hampir semua orang menggunakan media sosial ini. Berbeda dengan Friendster, fitur-fitur di Facebook lebih banyak dan lebih menarik.
Fitur tersebut antara lain mudahnya mencari dan menambahkan teman, bisa membuat tulisan status yang panjang, bisa membuat grup antar pengguna, bisa bermain online game dengan pengguna lain, dan masih banyak lagi. Sejak itu, Friendster pun mulai ditinggalkan gara-gara kemunculan Facebook.
Belum selesai dengan kehebohan Facebook, muncul media sosial yang menspesifikasikan dirinya sebagai “microblogging platform”, Twitter. Media sosial yang satu ini cukup berbeda dibanding Facebook.
Twitter memungkinkan penggunanya untuk saling mengikuti dengan pengguna lain, menulis “tweet” (semacam status di Facebook) yang pendek (dibatasi cuma 140 karakter), hingga menunggah foto.
Sama seperti Facebook, Twitter juga dapat diakses lewat ponsel. Teman-teman saya juga membuat akun Twitter, dan kami jadi lebih sering mengobrol di sana. Pada akhirnya, saya pun secara rutin menggunakan kedua media sosial ini.
Baca juga: Menulis Masa Lalu
Jadi Kecanduan Media Sosial

Sejak mengenal Facebook dan Twitter, kerjaan saya setiap hari adalah mainan ponsel. Membaca setiap update status dan tweet dari teman-teman saya, hingga saling berkomentar dan mention satu sama lain, rasanya menyenangkan sekali!
Kadang saya sampai lupa waktu jika sudah membuka kedua situs media sosial ini. Saking kecanduannya, saya pernah membawa ponsel saya dan membuka Facebook & Twitter saat sedang buang air besar! (untung ponselnya tidak pernah jatuh ke jamban…)
Apakah saya masih sering ke warnet? Tentu dong! Saya beserta teman-teman di GSL kecanduan salah satu online game di Facebook, yaitu “Pet Society”! Permainan yang sangat menggemaskan ini berhasil membuat saya pergi ke warnet seminggu sekali.
Tahun berlalu, dan saya memasuki bangku SMA. Era ponsel pintar dimulai dengan kemunculan iPhone dan ponsel berbasis Android. Media sosial baru juga mulai bermunculan, namun saya masih setia menggunakan Facebook dan Twitter.
Hingga suatu saat, muncul media sosial baru berbasis layanan berbagi foto, Instagram. Media sosial yang awalnya hanya eksklusif di iPhone, langsung saya gunakan ketika akhirnya rilis di Android.
Tak bisa dipungkiri, ternyata bermain Instagram lebih menyenangkan dibanding Facebook dan Twitter! Siapa sangka, mengunggah foto yang bisa kita ambil langsung dengan kamera ponsel lebih seru dibanding menulis status atau tweet~
Belum lagi, kita diajak kreatif dengan foto yang akan kita unggah di Instagram. Mulai dari menambahkan efek warna dengan beragam pilihan filter, merangkai “caption” (keterangan foto), hingga mengatur “hashtag” (fitur tagar agar foto kita masuk ke halaman publik).
Lalu, muncul layanan pengiriman pesan singkat secara daring, yaitu Whatsapp dan Line. Kedua aplikasi ini berhasil mengalahkan kepopuleran SMS lewat berbagai fitur dan keunggulan yang ditawarkannya.
Baca juga: Diaro – Mencatat Jurnal Jadi Lebih Mudah
Tidak Bisa Lepas dari Media Sosial

Seiring perkembangan teknologi, media sosial pun menjadi salah satu bagian penting dari kehidupan manusia modern. Saat ini, hampir semua orang secara rutin menggunakan media sosial, termasuk saya.
Media sosial utama yang saya pakai adalah Facebook, Twitter, dan Instagram, sedangkan layanan pesan singkat yang saya pakai adalah Whatsapp dan Line. Kelima aplikasi ini wajib terpasang di setiap gadget saya (ponsel, tablet dan laptop).
Semakin ke sini, fitur media sosial jadi semakin beragam. Sebut saja fitur “story” di Facebook, Instagram dan Whatsapp, “trending topic” di Twitter, siaran langsung di Twitter, Facebook dan Instagram, dan masih banyak lagi.
Pengguna media sosial juga sangat dinamis. Berbagai kalangan usia (dari anak kecil sampai kakek-nenek), pekerjaan, ras, agama, suku bangsa, semuanya menggunakan media sosial.
Di media sosial kita bisa dapat segala macam informasi dan hiburan. Selain itu, ada juga drama media sosial yang sayang sekali untuk dilewatkan. Berita dan kabar terbaru pun bisa didapat di sana, bahkan lebih cepat dibanding televisi atau radio (karena sifatnya yang “real time”)!
Makanya, saya sangat bahagia karena lahir di generasi yang sudah mengenal media sosial. Bayangkan saja, di jaman Bapak dan Mama saya pas masih muda dulu, mereka hanya menggunakan surat sebagai sarana berkomunikasi (di kampung tidak ada telepon).
Tapi, media sosial juga berdampak buruk bagi saya. Kecanduan saya terhadap media sosial sudah sangat akut. Setiap saat, saya lebih sering menatap layar ponsel atau laptop saya. Sudah jarang saya mengobrol, bahkan bertatap muka dengan orang lain selain keluarga dan teman GSL saya.
Waktu saya lebih banyak dihabiskan di media sosial. Otak saya terus menerus “memakan” segala informasi yang ada di sana, tanpa mengenal itu informasi baik atau buruk. Kondisi kesehatan badan saya rasanya semakin melemah gara-gara jarang digerakan, karena yang bergerak hanya jempol saja.
Pokoknya, saat ini media sosial seakan menjadi beban pikiran dan mental bagi saya. Tidak tahu apa alasannya, saya semakin muak sekaligus ketagihan dengan media sosial! Saya seperti seorang pecandu narkotika yang telah kehilangan akal sehatnya.
Baca juga: Memori Yang Hilang
Ya, saya sudah kecanduan media sosial. Sudah tidak ada jalan bagi saya untuk bisa lepas dari semua ini. Saya pun hanya bisa menatap gadget saya dengan tatapan kosong. Entah bagaimana caranya, supaya saya bisa terlepas dari jeratan setan ini.
Salam,
Agung Rangga
Comments (19)
rahmiazizasays:
31 Mei 2018 at 08:09Jamannya friendster kamu masih SMP? 😱😱 aku udah kuliahh 😂😂
Ucoksays:
31 Mei 2018 at 10:00Aku masih baru masuk SMP.
Agung Ranggasays:
2 Juni 2018 at 10:30Salam kenal. 😀
Agung Ranggasays:
2 Juni 2018 at 10:29Wah, senior nih~ 😂
Momosays:
31 Mei 2018 at 12:16Saya juga dulu main friendster. Dibuat blink blik norak gitu gung. Dulu sukanya bs tahu siapa yg udah ngintip fs kita.
Sekarang medsos yang masih dipakai seringnya twitter aja.
Agung Ranggasays:
2 Juni 2018 at 10:32Bener banget mbak, Friendster saya juga dulu penuh dengan blink-blink. 😂
Emaknya Benjamin br. Silaensays:
31 Mei 2018 at 22:58Dulu aku juga main friendster. Sempat bikin bbrp tulisan ala ngeblog gitu, eh hilang semua deh krn FS nya tutup 🙁 dan belum smepat pindahin. Sosmed aku punya twitter dan pinterest aja, FB sdh 2 thn kuhapus akunnya, lumayan jd punya banyak waktu utk hal berguna, misalnya buat ngeblog 😀 .
Agung Ranggasays:
2 Juni 2018 at 10:33Ahh, sayang banget ya mbak, kalau tulisannya sempat dipindahin kan lumayan. 🙁
Endah Kurnia Wirawatisays:
1 Juni 2018 at 00:56pertama kali chatting itu di yahoo messenger euy.. mesdos iya sih FS, lalu blogging di Multiply.
cara melepaskan diri sesaat dari sosmed sih gampang, pergi aja ke hutan, naik gunung selama beberapa hari, mau gak mau buka hape cuma bisa buat foto-foto karena gak ada sinyal deh.. hehehe
Agung Ranggasays:
2 Juni 2018 at 10:33Saya malah belum pernah pakai Yahoo Messenger. 😂
Ikromsays:
1 Juni 2018 at 21:15aku dulu juga FSan gila lucu banget itu maen glitter2
medsos bener2 jadi nyawa ketika revolusi web 2.0
jadi tiap orang bisa berkomentar scr cepat
aku jg mulai gak mood mas sama medsos terutama FB, sekarang buat share artikel aja heheh
Agung Ranggasays:
2 Juni 2018 at 10:34Wih sama dong, saya pun sekarang membatasi Facebook hanya untuk share tulisan blog saja~ 😂
Bunga Lompatsays:
9 Juni 2018 at 08:42Ketika teman-teman main friendster, ane main gapleh sama ngerokin stereofoam sampe dikejar-kejar guru gara-gara bikin koridor sekolah kotor hahaha.
Biar ga kecanduan, kalau saya sih, yaa pas mau buka trus lempar aja hape ke kasur, trus ke luar kamar hehehe. Habis itu juga don’t put your pride on media social (ini jelimet sih). Taruhnya di blog aja, soalnya lebih tenang huehehe.
Agung Ranggasays:
12 Juni 2018 at 11:25Hihi, kayaknya hampir semua anak suka ngerokin styrofoam ya~ 😂
Betul, saya pun lebih nyaman curhat di blog ketimbang di media sosial. 😀
Reza Andriansays:
22 Juni 2018 at 17:46Ada satu yang belum disebutkan, BBM! Ini sempat booming waktu gue duduk di bangku SMP. Waktu itu, temen-temen gue berlomba-lomba mengganti hapenya ke Blackberry demi layanan BBM ini. Waktu itu, yang paling kaya sekalipun juga pake Blackberry. Biasanya yang merk Dakota dan kawan-kawannya. Waktu itu kayaknya belum pada kenal iPhone, deh. Dan, zaman gue SMA pun juga belum ada yang pake iPhone. Mentok-mentok Samsung Galaxy S series atau Xiaomay~
Bicara soal sosial media, gue dulu paling kecanduan main Facebook. Apalagi kalau bukan karena game onlinenya. Hihihi. Trus bosen, pindah ke Twitter. Trus nyobain IG. Sekarang gue paling sering pakai Twitter sama IG. Kalau ditanya mana yang paling sering di buka, tentu saja IG. Apalagi kalau bukan karena fitur insta storiesnya itu. Huhuh. Kecanduan? Banget. Pokoknya tiap 5 menit sekali harus buka sosmed. Ini udah sampai tahap parah blm sih? 🙁
Agung Ranggasays:
9 Juli 2018 at 10:17Kalau saya sih belum pernah pakai Blackberry, jadi tidak tahu BBM. 😅
Kalau tiap 5 menit buka sosmed, kayaknya sudah termasuk parah deh. 😂
asepcashballsays:
7 November 2019 at 11:06Wah saya fb dipake macem2: jualan di banyak forum jual beli tuker disana.
Liat postingan grup fb font, jadi sering liat2 temen2 desainer font buat sharing koding, referensi font, buat bikin font.
Ampe liat sharing foto2 cewe cakep, haha cabul ya? Haha biarin.
Liat postingan editor, penerjemah, penulis di fb, liat tulisan2nya yang nambah wawasan, selain baca curhatan mereka.
Terus, nyari temen2 yang suka artwork, desain grafis, metal, hip hop. bokep, wibu, otaku, liat2 postingan anime, sambil nonton anime di grup fb, aduh apalagi ya, banyak gunanya fb sih.
Sisanya fb yang katanya jualan ini, dipake buat shit posting, haha, buat lucu2 aja.
Instagram dipake buat liat font2, referensi aja.
Sisanya bloging deh.
Agung Ranggasays:
14 November 2019 at 11:13Terima kasih sudah berbagi pengalaman. 🙂
asepcashballsays:
14 November 2019 at 15:04Sama2 bro, makasih juga udah nulis juga.