Press ESC to close

Mengangkat Tangan

Curhat – Mengangkat tangan sebelum bertanya atau mengemukakan pendapat mungkin sudah lumrah dilakukan oleh pelajar/mahasiswa. Tapi, benarkah demikian? Sebagai orang yang senang ‘mengamati’ keadaan, saya pikir kebiasaan mengangkat tangan kini sudah semakin memudar di generasi saya, generasi muda, khususnya para mahasiswa.

Selama saya bersekolah, mulai dari taman kanak-kanak hingga saat ini menjadi mahasiswa, ada sebuah perbedaan yang sangat mencolok dari lingkungan di sekitar saya. Ketika dulu pas masih TK, ibu guru bertanya “siapa yang suka gambar?” atau “siapa yang tahu binatang apa ini?”, pasti hampir semua anak di kelas akan mengangkat tangan, berebut untuk menjawab.

Waktu memasuki jenjang sekolah dasar, kebiasaan mengangkat tangan mulai meningkat. Anak-anak sangat antusias ketika bertanya dan melontarkan pendapatnya ketika sang guru selesai menerangkan. Sangat menyenangkan bukan, kalau kegiatan di kelas diisi dengan berdiskusi yang aktif begitu.

Tapi, begitu masuk sekolah menengah (SMP-SMA), kebiasaan ini seolah-olah memudar. Komunikasi yang terjadi di kelas hanya 1 arah, dari guru ke murid. Tidak ada timbal balik. Kalau pun ada, pasti sang guru duluan yang bertanya ke muridnya, dan jika si murid gak bisa menjawab, ia diberi hukuman. Ah, itu sih sama saja dengan mengancam~

Makanya, para murid menjadi ‘segan’ mengangkat tangannya untuk sekedar bertanya atau menjawab pertanyaan dari gurunya. Mereka cenderung menunggu untuk ditunjuk, eh, salah, bahkan mereka berharap agar tidak ditunjuk oleh gurunya! Mereka sangat takut untuk mengutarakan opininya. Jadilah mereka hanya diam.

Dari sisi guru sendiri sih sepertinya juga sudah pasrah. Mereka sudah lelah menunggu para muridnya ada yang mengangkat tangan. Karena, tidak ada satupun yang akan melakukannya. Dan pada akhirnya, sang guru pun melanjutkan atau menyudahi pelajaran hari itu.

Bagaimana di masa kuliah? Lebih parah! Sangat, sangat parah!

Sepanjang 6 semester yang sudah dan sedang saya jalani, kebiasaan berdiskusi di kelas atau mengangkat tangan sudah sangat langka terjadi. Hal ini sangat berbeda dengan bayangan saya akan dunia perkuliahan yang sarat interaksi, seperti yang digambarkan di masa lalu, dimana pada pemuda (khususnya yang berstatus mahasiswa) kebanyakan memiliki sifat yang aktif dalam berdiskusi dan berpendapat.

Saya pikir, saya yang pemalu dan penyendiri ini akan lebih bisa aktif di masa-masa kuliah. Ternyata tidak semudah itu. Dunia perkuliahan tidak seperti yang saya impikan.

Pas masa-masa semester awal, saya bertekad untuk mengubah kebiasaan saya yang pendiam dan “iya-iya-aja”, menjadi seorang yang lebih aktif di kelas. Dan dengan begitu, saya mulai membiasakan untuk bertanya serta memberi pendapat ketika dosen selesai memaparkan materinya.

Tapi, saya merasa ada yang janggal. Teman-teman sekelas saya memandang heran kepada saya, saat saya melakukan hal itu. Mereka nampak tidak suka bila saya bersikap aktif di kelas. Pasti ada saja yang menyinyir di belakang saya, saat saya telah selesai bertanya pada dosen. Yang lebih parah, pernah ada yang sampai menertawakan saya. Padahal tidak ada yang lucu loh!

Aneh. Sangat aneh! Tapi saat itu saya biarkan saja, dan saya tetap melanjutkan kebiasaan ini. Saya sangat cuek ketika ada yang tidak suka dengan gaya saya ketika berdiskusi dengan dosen. Saya anggap, mereka hanya ‘iri’ pada keberanian saya. Hingga sampai pada semester-semester akhir, hal ini berubah.

Nyali saya untuk mengangkat tangan kini semakin menciut. Tidak, bahkan saya sangat malas untuk mengangkat tangan saya. Padahal, di hati saya, saya sangat ingin melakukannya. Hal ini mungkin saja karena ada tekanan dari teman-teman saya, yang tidak suka kepada saya. Ah, saya juga tidak tahu sih, apa benar mereka tidak suka atau hanya pura-pura saja. Atau bahkan, hanya ikut-ikutan yang lain?

Dan jadilah, kegiatan perkuliahan menjadi semakin membosankan. Dosen hanya menerangkan, bercuap-cuap, kemudian memberi tugas, dan mahasiswa pulang. Kalaupun kelas ramai, itu karena ada dosen yang humoris, bisa ketawa haha-hihi. Tidak ada tuh yang bertanya atau berpendapat tentang materi yang tadi dipelajari.

Dosen pun tidak bisa memaksa, karena itu adalah hak mahasiswa, hak untuk berdiam dan tidak peduli (yang penting absen). Ah, untuk sekedar memerhatikan dosen mengajar pun tidak mau. Mereka (mahasiswa) lebih senang mengobrol dengan sebelahnya, atau ngutak-ngatik ponselnya sembari cekikikan sendiri.

Lucunya lagi, ada dosen saya yang bahkan sampai ‘mengemis’ pertanyaan dari mahasiswanya. Beliau bilang “tanya apa aja deh, yang diluar dari materi juga boleh”. Hah, sudah separah itukah sikap apatis kami?

Ngomong-ngomong, banyak yang bilang “jadi mahasiswa tuh jangan apatis dong!”. Mereka pikir kata ‘apatis‘ itu hanya untuk mahasiswa yang tidak ikut berorganisasi. Padahal, menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), apatis itu berarti acuh tidak acuh, tidak peduli, dan masa bodoh. Ya, sikap apatis bisa terjadi pada semua mahasiswa yang sedang berada di kelas. Mereka tidak peduli dosen ngomong apa, jadi gak perlu tuh ada diskusi.

Ah, menulis hal ini membuat saya menjadi semakin kesal saja. Haruskah saya menyudahi kebiasaan mengangkat tangan yang sudah saya lakukan sejak awal masuk kuliah ini? Dan harus pasrah, mengikuti arus dimana teman-teman saya bersikap ‘apatis’ di kelas?

Oh iya, asal kamu tahu, impian saya setelah lulus dari kuliah ini adalah melanjutkan studi ke S2, dan bekerja sebagai dosen. Ya, kamu gak salah baca, saya bercita-cita menjadi dosen. Maka dari itu, jika hal yang saya rasakan sekarang terjadi pada diri saya di masa depan, saya akan sangat menyesal.

Saya gak mau menjadi dosen yang tidak dihargai oleh mahasiswanya. Gak mau mahasiswanya bersikap masa bodoh terhadap apa yang saya terangkan. Saya akan merasa sangat bersalah bila mereka tidak mengerti apa yang saya ajari, karena mereka tidak mau untuk mengangkat tangannya ketika saya bertanya “apakah ada yang ingin ditanyakan?” atau “apakah ada yang belum mengerti?”.

…*tarik nafas dalam-dalam*…

Oke, saya akan berubah. Ya, saya menulis ini seperti sedang berbicara ke cermin (tapi kamu boleh kok melihat cerminnya). Mulai saat ini saya akan kembali menjadi mahasiswa yang aktif. Mahasiswa yang sering mengangkat tangannya untuk bertanya dan berpendapat. Mahasiswa yang menghargai dosennya.

Semoga saja teman-teman saya, atau bahkan kamu yang membaca tulisan ini, juga mau bersikap aktif dalam berdiskusi. Karena tidak ada yang lebih menyenangkan dari komunikasi 2 arah. Benar kan?

Terima kasih sudah mau membaca.

Salam – Agung Rangga

Agung Rangga

Hai, salam kenal! Saya adalah seorang dosen di jurusan Desain Komunikasi Visual, memiliki minat dengan animasi dan komik, serta hobi menuliskan cerita kehidupannya ke dalam blog ini.

Comments (16)

  • mirzawlsays:

    30 Januari 2015 at 00:00

    Tanya aja mas kalo nggak paham. Kalo paham ya jawab aja semisal ditanya. Menurut saya nggak ada yang aneh dengan mengangkat tangan dan bersikap aktif, yang butuh ilmu juga siapa? Gitu aja :))

  • bukansiapasiapasays:

    30 Januari 2015 at 02:04

    right.
    jangan pernah ninggali ‘jati-diri-elo’ atau ‘apa-yang-elo-mau’ hanya karena sikap bego orang lain. Inikan perbuatan benar bukannya salah.
    Di kelas/kom gueh, masih ada kok beberapa org yang mau nunjuk tangan , walau orangnya hanya itu-itu ajah. Dan kami yang lain fine-fine ajasih.
    Mungkin, kebanyakan orang bersikap ‘kontra’ sama orang yang ‘nunjuk-tangan’ itu karena :
    “dibilang elo caperlah ke dosen” , “gapentinglah “atau yang paling iyabanget, karena “dengan elo nunjuk tangan berarti nambah durasi waktu perkuliahan = kebosanan akut”.
    Padahal nih ya, mereka yang bersikap apatis / kontra dengan sikap elo itu, adalah orang bego, mereka yang paling banyak berkoar di demo-demo gapenting diluar sana.
    Beda yang dilakuin sama yang dikatakan, munafik laa orang macam itu #harkkcuihh..
    Gaperlu takut sama mereka, ingat aja hukum tabur-tuai, apa yang kamu tabur itukan yang kamu dapatkan.
    Siapa tahu ketika elo jadi dosen, elo punyak mahasiswa yang aktif juga, siapa yang tahu?
    yang penting kita berusaha.
    Satu lagi, kalau jadi dosen, jadilah dosen yang agak ‘misterius’
    bukan, bukan kayak limbad gitu. Tapi, jadilah dosen yang menyenangkan yang bisa dekat ke mahasiswanya, (humoris gampangnya) terus terangkan materi secara ‘ala kadarnya’, dan beri tugas yang luar biasa. Pasti mereka nyarik tahu kan, gimana jalannya dan bagaimana penyelesainnya.
    Mungkin kemudian hari mereka bertanya ke elo, karena mereka ga segan lagi sama elo. Atau mungkin mereka lebih aktif diskusi diluar atau ke perpus. Yang penting mereka aktifkan.
    sorry for long comment dan maap kalok ada salah kata dan kalimat yang terlalu menggebu-gebu. Gue suka orang kayak elo, jangan takut dan sering-seringlaa tersenyum, hahaha 😀

    • Agung Ranggasays:

      30 Januari 2015 at 12:22

      waaah, makasih banyak ya Novi. 😀
      seru banget baca komentarnya! dan hampir 80% memang benar apa yang kamu katakan di atas.
      dan makasih juga sarannya, hahha, seru juga ya kalau jadi dosen yang misterius~ 😆

  • belalang cerewetsays:

    30 Januari 2015 at 08:48

    Wah sudah demikian parah ya di kampus sekarang, Gung. Padahal tanya dan diskusi itu bakal menggali banyak hal yang bisa memperkaya materi yang dibahas. Sampe segitunya dosen “mengemis”. Harusnya mahasiswa memanfaatkan waktu yang ada ya untuk mengorek ilmu sebanyak-banyaknya karena sudah bayar mahal.

    Tetap jadi mahasiswa yang kritis Gung. Nanti kamu juga yang memetik manfaatnya di kemudian hari.

    • Agung Ranggasays:

      30 Januari 2015 at 12:24

      iya kak, entah ada apa gerangan pada mahasiswa sekarang… :'(
      dan, siap, saya akan tetap jadi mahasiswa yang kritis. 🙂

  • AsepKoharsays:

    30 Januari 2015 at 22:40

    Wah sangat memotivasi nih !, tak terasa udah mau smt 4 aja, makin kesini perkuliahan semakin membosankan, kadang menegangkan, karena semakin tidak pede nya saya saat ingin membiasakan kembali kebiasaan mengangkat tangan yang sebelumnya saya sering lakukan di masamasa SMA. Bukan karena sifat saya yg pemalu, tapi karena teman2 saya mebuat saya malu, bahkan karena dosen yang terkesan merasa paling benar, contohny ky gini nih >> http://asep-kohar.blogspot.com/2013/10/dosen-killer-sang-pembunuh-karakter.html .( curhatan saya pas awal2 masuk kuliah) 😀 ..

    Btw, itu animasi keren2 bangt dh ! Mantap!

  • Kennysays:

    8 September 2022 at 21:54

    Wow, ini cerita yang membuat saya terkagum-kagum karena saya juga mengalaminya sendiri, dulu ketika hendak bertanya atau menjawab pertanyaan guru pasti tunjuk tangan terlebih dahulu setelah itu baru menjawab sekarang malah ga ada lagi kebiasaan seperti itu, dan saya pun bertanya tanya kepada diri saya gimana sih etika dalam bertanya dan menjawab pertanyaan sampailah saya ke blog ini. Maaf yah Kak kalo ketikan saya ini terlebit belit 😅

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *